Ilustrasi Willem Iskander sebagai guru modern dari Tanah Batak dengan latar sekolah pribumi masa kolonial.

Willem Iskander: Pejuang Pendidikan dan Generasi Sumatera

Dalam sejarah panjang perjuangan Indonesia, ada nama-nama yang bersinar terang, namun ada pula yang redup meski jasanya besar. Salah satu tokoh yang sering luput dari sorotan adalah Willem Iskander, pelopor pendidikan pribumi dari Sumatera Utara. Lahir di tengah masa kolonial, ia menjadikan pendidikan sebagai alat perjuangan dan pencerahan. Lewat pemikirannya yang tajam dan tindakannya yang konkret, Willem Iskander membuka jalan bagi kaum pribumi untuk berdiri sejajar lewat ilmu pengetahuan.

Artikel ini mengajak kita menyelami sosok Willem Iskander lebih dalam—mulai dari latar belakang kehidupannya, perjalanan pendidikannya di dalam dan luar negeri, hingga warisan intelektual yang terus hidup meski tak banyak dikenal.

Latar Belakang Kehidupan Willem Iskander

Potret Willem Iskander, tokoh pendidikan asal Sumatera yang berperan besar dalam mencerdaskan bangsa di masa kolonial

Willem Iskander lahir dengan nama asli Sati Nasution pada tahun 1840 di Pidoli Lombang, Mandailing, Sumatera Utara. Ia berasal dari kalangan bangsawan Mandailing, anak dari Raja Tinating, biografi pemimpin daerah setempat. Nama Willem Iskander sendiri baru digunakan ketika ia memeluk agama Kristen dan bersekolah di Belanda, mengikuti konversi yang umum di kalangan pelajar pribumi pada masa Hindia Belanda.

Kehidupan masa kecilnya tidak lepas dari dinamika kolonial. Sebagai anak bangsawan, ia memiliki akses terhadap pendidikan yang lebih baik dibanding rakyat kebanyakan, namun ia tetap tumbuh dalam kesadaran bahwa masyarakat Mandailing dan kaum pribumi secara umum hidup dalam keterbatasan akses dan perlakuan diskriminatif dari pemerintah kolonial. Realitas inilah yang membentuk idealisme Willem Iskander kelak sebagai pendidik dan pemikir.

Perjalanan Pendidikan dan Pemikiran Kritis Sejak Muda

Sati Nasution mulai mengecap pendidikan dasar di Sekolah Rendah Belanda (Europeesche Lagere School) di Tapanuli. Kecerdasannya yang menonjol membuatnya mendapatkan perhatian dari para pengajar Belanda, hingga ia dikirim ke Belanda untuk melanjutkan pendidikan. Di negeri asing itulah ia mengadopsi nama Willem Iskander.

Di Belanda, ia belajar di sekolah gu ru (Kweekschool) dan memperoleh pengalaman langsung bagaimana sistem pendidikan Eropa dijalankan dengan metode yang sistematis dan menanamkan nalar kritis. Pengalaman itu sangat memengaruhi pandangannya tentang pentingnya pendidikan untuk memajukan masyarakat.

Meski tinggal jauh dari tanah air, pikirannya terus terpaut pada kondisi kaum pribumi di Indonesia, khususnya di tanah kelahirannya. Ia menyadari bahwa pendidikan bukan sekadar alat pembelajaran, tapi juga alat pembebasan—pembebasan dari kebodohan, ketakutan, dan penindasan.

Willem juga dikenal kritis terhadap kebijakan kolonial. Ia tidak menyetujui model pendidikan Belanda yang diskriminatif terhadap pribumi. Baginya, pendidikan harus memberi ruang bagi rakyat untuk berpikir mandiri, bukan sekadar tunduk dan patuh pada sistem yang menindas.

Kiprah Willem Iskander dalam Dunia Pendidikan di Sumatera

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Belanda, Willem Iskander kembali ke tanah air dengan misi yang jelas: mendidik rakyatnya sendiri. Ia percaya bahwa perubahan sejati dimulai dari pembentukan karakter dan intelektual generasi muda. Willem Iskander tidak sekadar mengajar, tapi membangun sistem.

Ia kembali ke Mandailing dan memulai kegiatan pendidikannya di lingkungan yang sederhana, namun penuh semangat. Saat itu, mendirikan sekolah untuk pribumi adalah tindakan berani—karena sistem kolonial tidak mendorong pribumi untuk berpikir kritis. Tapi Willem Iskander melakukannya dengan penuh dedikasi.

Di sekolahnya, ia mengajarkan membaca, menulis, berhitung, hingga sejarah dan geografi. Ia juga menanamkan nilai-nilai kebangsaan, kemandirian, dan semangat pembaruan. Murid-muridnya datang dari berbagai kalangan, dan banyak di antara mereka kelak menjadi tokoh-tokoh penting di daerah masing-masing.

Pendiri Kweekschool: Sekolah Gu ru untuk Kaum Pribumi

Salah satu pencapaian terbesar Willem Iskander adalah pendirian Kweekschool di Tano Bato, Mandailing, pada tahun 1862. Sekolah ini bukan sekolah biasa—ini adalah sekolah gu ru pertama untuk pribumi di wilayah Tapanuli.

Tujuannya bukan sekadar mencetak pengajar, tapi mencetak agen perubahan. Ia menyadari bahwa satu gu ru bisa membentuk ratusan murid. Maka dari itu, ia fokus pada pendidikan gu ru dengan pendekatan moral, intelektual, dan sosial yang seimbang.

Metode pengajarannya mengadopsi banyak unsur dari pendidikan Barat, tapi tidak mengabaikan kearifan lokal. Ia mengajarkan pentingnya bahasa ibu, nilai-nilai budaya, serta identitas sebagai orang Mandailing. Kweekschool ini menjadi oase intelektual di tengah sistem pendidikan kolonial yang elitis.

Sayangnya, karena keterbatasan dana dan dukungan, sekolah ini tidak bertahan lama. Namun dampaknya tetap terasa hingga kini, sebagai simbol perjuangan pendidikan yang inklusif dan berbasis keadilan sosial.

Karya Tulis dan Gagasan Cerdas yang Menginspirasi

Sampul buku 'Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk' karya Willem Iskander, tokoh pelopor pendidikan Indonesia, edisi dwibahasa dengan desain klasik berwarna merah

Willem Iskander juga dikenal lewat karya tulisnya. Salah satu karya terkenalnya adalah “Si-boeloes-boeloes Si-roemboek-roemboek” yang ditulis dalam bentuk dialog satir dan pendidikan dan sudah diterbitkan di Google Books juga. Lewat tulisan ini, ia menyampaikan kritik sosial dan pendidikan dengan cara yang cerdas dan mudah dipahami.

Ia juga menulis artikel-artikel dalam bahasa Melayu yang mengangkat tema pendidikan, kolonialisme, dan budaya. Gaya bahasanya lugas, tapi penuh makna. Ia memadukan pemikiran Barat dengan nilai-nilai lokal, menciptakan narasi intelektual yang kontekstual dan membumi.

Sayangnya, karena kurangnya pelestarian arsip, banyak tulisan Willem Iskander yang kini sulit ditemukan. Namun dari beberapa catatan yang tersisa, kita bisa melihat bahwa ia adalah sosok pemikir yang jauh melampaui zamannya.

Nama Willem Iskander Kurang Dikenali Masyarakat karena Minimnya Publikasi Sejarah

Meski kontribusinya besar, nama Willem Iskander tidak sepopuler tokoh-tokoh pendidikan lain seperti Ki Hadjar Dewantara atau Dewi Sartika. Salah satu alasannya adalah karena kurangnya publikasi dan dokumentasi sejarah tentang dirinya.

Banyak buku pelajaran sejarah tidak mencantumkan peran Willem Iskander secara mendalam. Padahal, kiprahnya sebagai pelopor pendidikan pribumi di wilayah barat Indonesia sangat besar. Tidak adanya institusi nasional yang khusus mengabadikan namanya juga membuat generasi muda sulit mengenal tokoh ini.

Selain itu, wilayah Sumatera Utara sendiri juga belum banyak mengangkat tokoh lokal dalam kurikulum pendidikan atau peringatan budaya. Padahal, mengenalkan tokoh seperti Willem Iskander bisa menjadi inspirasi bagi anak-anak daerah untuk terus belajar dan berkarya.

Warisan Intelektual Willem Iskander bagi Dunia Pendidikan Indonesia

Warisan terbesar Willem Iskander bukanlah gedung sekolah atau buku-buku yang ditinggalkannya, tapi semangat mendidik dan membebaskan. Ia menunjukkan bahwa pendidikan bisa menjadi jalan perjuangan yang elegan tapi kuat.

Beberapa nilai yang bisa kita petik dari perjuangannya:

  • Pendidikan untuk semua kalangan, tanpa diskriminasi.

  • Gu ru bukan sekadar pengajar, tapi pembentuk karakter dan pemimpin komunitas.

  • Pemikiran kritis harus ditanamkan sejak dini.

  • Budaya lokal adalah kekayaan yang harus dirawat dalam proses pendidikan.

Saat ini, nama Willem Iskander mulai dihidupkan kembali lewat seminar, penamaan sekolah, dan riset sejarah. Namun langkah ini baru awal. Diperlukan lebih banyak usaha untuk menjadikan tokoh ini sebagai bagian integral dari narasi nasional.

Kesimpulan: Willem Iskander, Pahlawan Tanpa Sorotan Besar

Willem Iskander adalah salah satu pahlawan tanpa sorotan besar. Ia tidak mengangkat senjata, tidak berdiri di panggung politik, tapi perjuangannya lewat pendidikan telah menyalakan cahaya perubahan di tengah gelapnya masa kolonial.

Ia adalah gambaran seorang pendidik sejati—yang mengabdi tanpa pamrih, berpikir jauh ke depan, dan mencintai bangsanya lewat ilmu. Namanya memang tidak selalu muncul dalam buku pelajaran, tapi jejaknya ada dalam semangat setiap anak bangsa yang percaya bahwa pendidikan adalah kunci masa depan.

Sudah saatnya kita mengenal dan mengangkat kembali sosok Willem Iskander, bukan sekadar sebagai tokoh lokal Mandailing, tapi sebagai pahlawan nasional dalam dunia pendidikan Indonesia.

Pengorbanan dan jasanya dikenang di museum Lubang Buaya, simak juga biografi: Raden Soeprapto: Sosok Jenderal yang Gugur Saat Tragedi G30S

Author

More From Author

windsor castle

Menjelajahi Keindahan dan Sejarah Windsor Castle

Grand Place

Grand Place: Inti Sejarah dan Keindahan di Jantung Brussels