Bukit Rhema

Misteri dan Pesona Bukit Rhema: Bukan Cuma Gereja Ayam Biasa

Magelang, Jawa Tengah. Namanya memang tak seglamor Jogja atau Bali di peta wisata Nusantara. Tapi justru di kota kecil ini, berdiri salah satu bangunan paling unik dan misterius di Indonesia: Bukit Rhema, yang lebih dikenal publik sebagai Gereja Ayam.

Pertama kali saya mendengar soal tempat ini, saya kira… ya, literally gereja untuk ayam. Namanya aja Gereja Ayam, kan? Tapi ternyata saya keliru besar. Bangunan ini adalah sebuah tempat ibadah lintas iman berbentuk burung merpati raksasa yang disangka ayam—dan sejak itulah nama “Gereja Ayam” melekat kuat.

Saat mengunjungi Bukit Rhema, saya memilih berangkat pagi dari Jogja, sekitar jam 5.30. Butuh waktu kurang lebih 45 menit untuk sampai ke Dusun Gombong, Desa Kembanglimus, di kawasan perbukitan Menoreh. Jalannya agak berliku, sempit, dan tanjakan-turunan cukup curam. Tapi serius deh, begitu sampai di parkiran bawah, udara segar langsung menyergap. Sejuk, tenang, dan terasa beda banget dari kota.

Perjalanan dilanjutkan dengan ojek lokal, naik sekitar 5 menit menembus jalan sempit berbatu. Salah satu driver saya, Mas Fajar, bahkan sempat nyeletuk, “Hati-hati, mas. Kadang ada pengunjung yang ketemu… bukan manusia.” Saya ketawa, tapi dalam hati? Agak merinding juga, jujur.

Begitu tiba di puncak, saya langsung disambut oleh kepala si “ayam raksasa” yang menjulang ke langit. Gokil. Gak ada kata lain. Bangunan ini megah, aneh, tapi indah dengan cara yang tak biasa.

Perjalanan Menuju Bukit Rhema—Antara Mistis, Lucu, dan Menggugah

Bukit Rhema

Sejarah Bukit Rhema—Dari Mimpi hingga Menjadi Ikon Spiritual

Di balik bentuknya yang nyeleneh, Bukit Rhema menyimpan kisah inspiratif yang luar biasa. Semua berawal dari seorang pria bernama Daniel Alamsjah, yang pada tahun 1989 mendapatkan mimpi tentang sebuah rumah doa berbentuk burung merpati.

Yes, bukan ayam. Merpati. Tapi karena bentuknya yang “kegedean kepala” dan jambulnya yang seperti jengger, publik terlanjur menyebutnya Gereja Ayam. Daniel tidak terlalu ambil pusing. Yang penting, misi spiritualnya terus berjalan.

Daniel membangun tempat ini dengan tujuan mulia: tempat berdoa bagi semua agama. Bukit Rhema bukan gereja Kristen, bukan masjid, bukan pura, dan bukan vihara. Ia adalah rumah doa universal, tempat siapa pun bisa merenung, mencari kedamaian, dan mendekat pada Tuhan dalam bentuk apa pun yang diyakininya.

Sayangnya, pembangunan Bukit Rhema sempat terhenti pada tahun 2000 karena berbagai hambatan, termasuk biaya dan perizinan. Bangunan ini terbengkalai selama bertahun-tahun dan justru makin terkenal sebagai “gereja gagal” yang angker.

Namun, setelah muncul di film Ada Apa dengan Cinta? 2, tempat ini mengalami kebangkitan. Pengelola lokal dan warga sekitar akhirnya bekerja sama untuk merawat dan mengembangkan kawasan ini. Sekarang, Bukit Rhema bukan cuma tempat ibadah, tapi juga objek wisata dengan nilai spiritual dan sosial yang kuat.

Apa yang Bisa Dilakukan di Bukit Rhema? Lebih dari Sekadar Foto Instagram

Buat kamu yang kira Bukit Rhema cuma tempat foto-foto buat feed aesthetic, kamu salah besar. Tempat ini penuh makna dan aktivitas seru, baik untuk solo traveler, pasangan, bahkan keluarga.

1. Menikmati Sunrise di Mahkota

Kepala si ayam alias bagian mahkota adalah tempat terbaik untuk menikmati matahari terbit. Dari sini, kamu bisa melihat Candi Borobudur dari kejauhan, kabut tipis yang menyelimuti pepohonan, dan langit jingga yang memeluk perbukitan Menoreh.

Saya sempat berdiri di atas sana sekitar pukul 6 pagi, diam tanpa suara, hanya mendengar hembusan angin. Rasanya… menyembuhkan. Meditatif. Bahkan tanpa doa pun, tempat ini sudah mengajakmu merenung.

2. Tur Spiritualitas dan Galeri Mini

Di bagian dalam tubuh burung, ada ruang doa dengan atmosfer tenang dan pencahayaan remang. Beberapa lantai di bawahnya diisi galeri dokumenter pembangunan Bukit Rhema dan kisah anak-anak sekitar yang dulu belajar membaca di sini.

Yes, Bukit Rhema juga pernah jadi tempat rehabilitasi anak muda dan rumah belajar anak desa. Semangat humanisnya kental banget. Ini bukan bangunan kosong tanpa jiwa.

3. Wisata Kuliner Lokal

Kabar gembira: di area bawah, kamu bisa mencicipi nasi goreng lele dan pisang goreng khas Bukit Rhema. Rasanya sederhana, tapi hangat, seperti buatan ibu di rumah. Tempat makannya pun terbuka, dengan pemandangan hutan dan suara burung.

Oh ya, saya sempat ngobrol dengan Ibu Sri, penjaga warung. “Kalau mas makan di sini habis capek naik ke atas, insya Allah kenyangnya dobel. Pemandangannya ngalahin restoran bintang lima,” katanya sambil senyum.

Dan ya, saya setuju.

Pesona Fotogenik dan Daya Tarik Budaya

Bukit Rhema

Mari bicara soal estetika. Bukit Rhema adalah surga bagi fotografer dan pemburu konten Instagram. Tapi bukan semata karena bentuknya yang nyentrik. Tempat ini menawarkan banyak sudut visual yang memikat—dari lorong batu bergambar mural, tangga kayu spiral, hingga view 360 derajat di puncak mahkota.

Banyak prewedding diadakan di sini. Bahkan beberapa pasangan memilih Bukit Rhema sebagai tempat lamaran spiritual, bukan sekadar romantis, tapi juga simbol “memulai dengan doa.”

Tak hanya itu, ada juga kegiatan meditasi lintas iman, retret rohani, dan diskusi kebangsaan yang diadakan komunitas lokal. Tempat ini jadi semacam jembatan harmoni antaragama yang nyata, bukan jargon politik.

Seorang sahabat saya, Dimas—yang kebetulan agnostik—mengaku jatuh cinta dengan atmosfer Bukit Rhema. “Gue bukan orang religius, tapi tempat ini bikin gue pengen diam dan mikir. Gue merasa diterima,” katanya waktu kami duduk di tangga kayu sambil minum kopi sachet dari warung bawah.

Tips dan Panduan Kunjungan Bukit Rhema untuk Pemula

Kalau kamu tertarik menjelajahi Bukit Rhema, berikut beberapa tips penting yang bisa menyelamatkan mood perjalananmu:

🕓 1. Datang Pagi Hari

Waktu terbaik adalah pukul 05.30–07.30 pagi. Sunrise-nya luar biasa, dan kamu bisa menikmati tempat ini tanpa keramaian. Bonus: udara masih segar dan ojek belum ramai antrean.

🧢 2. Pakai Sepatu Nyaman dan Siap Jalan

Meski ada ojek, kamu tetap perlu jalan kaki dan naik tangga. Bawa air minum sendiri, dan hindari bawa tas berat kalau cuma short visit.

🎫 3. Siapkan Uang Tunai

Tiket masuk Bukit Rhema sekitar Rp20.000–Rp30.000 (bisa berubah), termasuk ongkos ojek PP. Tapi beberapa spot seperti warung dan toko souvenir hanya terima cash.

📸 4. Jangan Lupa Kamera

Kamera hape pun cukup kok. Tapi pastikan baterai full karena banyak spot foto menawan. Kalau kamu bawa drone, izin dulu ya, karena ini kawasan spiritual.

☕ 5. Luangkan Waktu untuk Duduk

Serius, jangan buru-buru. Duduklah di salah satu bangku kayu, atau rebahan sejenak di tangga. Dengarkan suara hutan. Kadang jawaban hidup muncul saat kita berhenti mencari.

Bukit Rhema Bukan Sekadar Wisata, Tapi Perjalanan Jiwa

Di era digital yang serba cepat dan bising, Bukit Rhema hadir sebagai ruang sunyi yang penuh makna. Ia bukan cuma ikon Instagramable, tapi juga tempat menyembuhkan jiwa, mengenang sejarah, dan membangun toleransi lewat ruang nyata.

Entah kamu religius atau tidak, beragama atau agnostik, tua atau muda—Bukit Rhema menyambut siapa saja dengan sayap terbukanya. Di balik bentuknya yang dianggap aneh, tersembunyi makna yang begitu dalam: bahwa di atas perbedaan, kita tetap bisa menemukan kedamaian.

Dan kalau kamu tanya apakah saya akan ke sana lagi? Jelas. Karena setiap naik ke Bukit Rhema, selalu ada sesuatu yang baru saya temukan—tentang tempat ini, tentang orang lain, dan tentang diri saya sendiri.

Tertarik bikin itinerary spiritual ke Magelang atau jelajahi tempat semistis ini di Indonesia lainnya? Kasih tahu aja, kita gali bareng!

Author

More From Author

jerudonng park playground

Jerudong Park Playground: Taman Seru di Jantung Brunei