Jakarta, decology.com – Ketika menyebut kata “Belitung”, yang biasanya terbayang adalah pantai berpasir putih, batu-batu granit raksasa, dan Laskar Pelangi. Tapi, ada satu tempat yang pelan-pelan mencuri hati para pelancong—Bukit Peramun. Terletak di Desa Air Selumar, Kecamatan Sijuk, tempat ini bukan sekadar bukit biasa. Ia menawarkan perpaduan unik antara keindahan hutan tropis, mitos lokal, edukasi tanaman obat, dan teknologi Augmented Reality (AR).
Bukit Peramun bisa dibilang adalah antitesis dari wisata mainstream. Kalau biasanya wisata alam hanya menawarkan pemandangan, di sini pengunjung diajak menyelami pengalaman yang lebih mendalam—dari mengenal tanaman langka, mendengar kisah legenda, hingga berswafoto dengan tokoh virtual menggunakan aplikasi khusus.
Saya masih ingat percakapan dengan Bu Dewi, seorang pemandu lokal yang penuh semangat. “Kalau naik ke puncak jam 6 pagi, kabut masih menari-nari di antara pepohonan. Tapi tunggu jam 8, view-nya luar biasa. Kamu bisa lihat laut dan pulau-pulau kecil dari kejauhan.” Nada bicaranya begitu yakin, dan itu yang membuat saya ingin segera mendaki.
Tidak heran jika Bukit Peramun kini menjadi salah satu wisata andalan yang terus dipromosikan pemerintah daerah. Ia bukan hanya cantik secara visual, tapi juga sarat nilai budaya dan edukatif—perpaduan yang jarang ditemukan.
Asal Nama dan Mitos yang Menghidupkan Bukit Peramun
Nama “Peramun” berasal dari kata “peramuan”, yang berarti ramuan. Bukit ini sejak lama dikenal masyarakat lokal sebagai tempat tumbuhnya beragam tanaman obat. Di masa lalu, warga sekitar biasa naik ke bukit ini untuk mengambil daun, akar, dan batang tanaman yang kemudian diramu menjadi obat tradisional.
Tapi lebih dari sekadar etnobotani, Bukit Peramun juga lekat dengan cerita rakyat. Salah satunya adalah tentang Datuk Gunung Tajam, sosok tua bijaksana yang konon pernah bertapa di sekitar area bukit. Diceritakan, beliau memiliki kemampuan menyembuhkan orang sakit hanya dengan ramuan hutan dan doa. Bahkan, ada batu bertulis di puncak bukit yang dipercaya sebagai peninggalan sang datuk.
Pengunjung bisa melihat batu ini langsung. Ukirannya samar, tapi aura mistisnya terasa. Bahkan beberapa orang mengaku merinding saat menyentuhnya. “Waktu itu, ada rombongan mahasiswa. Salah satu dari mereka tiba-tiba menangis di depan batu itu,” ujar Pak Wahid, penjaga pos wisata.
Cerita-cerita seperti ini menambah lapisan emosi dalam pengalaman wisata. Bukan sekadar melihat pemandangan, tapi juga merasakan kehadiran sejarah dan spiritualitas yang membalut tempat itu.
Trekking Cerdas dan Teknologi AR di Tengah Hutan Tropis
Salah satu hal yang membedakan Bukit Peramun dari bukit-bukit lain di Indonesia adalah penerapan teknologi digital yang menyatu dengan alam. Di pintu masuk, pengunjung akan disarankan mengunduh aplikasi khusus buatan komunitas pengelola lokal. Dengan aplikasi ini, kita bisa memindai QR code yang ditempel di pohon-pohon sepanjang jalur trekking.
Saat memindai, informasi tentang nama pohon, manfaatnya, dan kisah uniknya akan langsung muncul di layar ponsel. Beberapa bahkan menampilkan tokoh virtual, seperti tokoh legenda atau hewan endemik, yang bisa diajak swafoto dalam mode Augmented Reality (AR). Sungguh pengalaman yang menyenangkan dan edukatif, terutama bagi generasi muda yang tak bisa lepas dari gawai.
Trek menuju puncak tergolong ramah untuk semua usia. Panjangnya sekitar 800 meter dengan medan menanjak yang sudah dilengkapi pijakan kayu, tali pegangan, dan beberapa shelter untuk beristirahat. Sepanjang perjalanan, kita akan melewati spot-spot foto seperti:
-
Jembatan Gantung Mini di tengah rimbunnya pohon
-
Pohon “love” yang tumbuh melingkar menyerupai simbol hati
-
Gua kecil tempat kelelawar tidur siang
-
Spot Foto Langit Belitung di puncak dengan latar laut biru
Saya pribadi terkesan dengan papan-papan edukatif yang ditulis dengan gaya santai dan kadang nyeleneh. Salah satu yang saya temui berbunyi: “Daun ini pahit, tapi bisa menyelamatkan cintamu dari demam.” Entah benar atau tidak, tapi jelas mengundang senyum.
Bukit Peramun dan Peran Komunitas Lokal
Kesuksesan Bukit Peramun tidak terlepas dari peran besar komunitas lokal, khususnya yang tergabung dalam Kelompok Pengelola Bukit Peramun (KPBP). Mereka adalah kombinasi unik antara masyarakat desa, pegiat lingkungan, dan anak muda kreatif yang percaya bahwa pariwisata bisa maju tanpa merusak alam.
Salah satu pencetus ide teknologi AR adalah anak muda lokal lulusan IT dari Yogyakarta. Ia pulang kampung, melihat potensi bukit ini, dan akhirnya merancang konsep digitalisasi yang kini jadi daya tarik utama. “Daripada bikin game di kota, lebih baik bikin game interaktif di hutan,” katanya saat diwawancarai oleh media nasional.
Komunitas ini juga menjaga kawasan hutan dengan serius. Tidak ada sampah plastik yang dibiarkan berserakan. Setiap pengunjung diberi arahan untuk membawa kembali sampah masing-masing. Bahkan, ada area kecil untuk menukar botol bekas dengan bibit tanaman.
Inisiatif ini bukan hanya keren, tapi juga inspiratif. Bukit Peramun menjadi contoh bagaimana destinasi wisata bisa berkembang tanpa mengorbankan lingkungan. Justru sebaliknya, alam dilibatkan sebagai mitra aktif dalam menyambut wisatawan.
Tips Berkunjung dan Waktu Terbaik Menyambangi Bukit Peramun
Bagi kamu yang tertarik mengunjungi Bukit Peramun, berikut beberapa tips agar pengalamanmu lebih menyenangkan:
-
Datang pagi atau sore hari
Waktu terbaik adalah sebelum pukul 09.00 atau setelah pukul 15.00. Selain tidak terlalu panas, kabut tipis di pagi hari bisa memberikan suasana magis yang sulit dijelaskan dengan kata. -
Kenakan sepatu nyaman
Meski jalurnya ramah, tetap disarankan memakai sepatu trekking atau sneakers yang bisa mencengkeram tanah dengan baik. Sandal bukan pilihan ideal. -
Bawa air minum sendiri
Tidak ada pedagang di tengah jalur pendakian. Pastikan kamu membawa botol minum sendiri, tapi ingat untuk membawa pulang sampahnya. -
Gunakan aplikasi wisata Bukit Peramun
Aplikasi ini bukan cuma membantu edukasi, tapi juga membuat pengalamanmu terasa futuristik. Anak-anak biasanya sangat antusias saat melihat tokoh virtual di hutan. -
Siapkan kamera terbaik
Setiap sudut Bukit Peramun bisa jadi spot foto yang memukau. Mulai dari lanskap hutan, batu bersejarah, hingga puncak bukit dengan latar pulau kecil di kejauhan.
Tak ketinggalan, kamu juga bisa mampir ke galeri UMKM di area parkir. Di sana dijual madu hutan asli, sabun herbal, hingga minuman instan dari daun-daun hutan yang dulu digunakan untuk peramuan.
Penutup: Bukit Peramun, Bukit yang Tidak Sekadar Indah
Di saat banyak destinasi wisata hanya mengejar viralitas, Bukit Peramun justru mengedepankan nilai—baik nilai ekologis, edukatif, hingga budaya. Ia menawarkan pengalaman yang bukan sekadar melihat pemandangan, tapi juga merasakan kehadiran alam, sejarah, dan teknologi dalam satu jalur.
Bagi generasi muda yang mencari makna lebih dalam sebuah perjalanan, tempat ini bisa menjadi ruang refleksi. Dan bagi keluarga, Bukit Peramun adalah laboratorium hidup yang mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan tanpa menggurui.
Setiap langkah di antara pohon-pohon, setiap cerita yang dituturkan pemandu, hingga tiap QR code yang dipindai—semuanya membawa kita lebih dekat pada alam dan akar budaya lokal.
Bukit Peramun tidak perlu kembang api untuk memikat. Ia cukup dengan hijaunya daun, tenangnya udara, dan ledakan ide dari komunitas yang menjaganya dengan hati.
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel
Baca Juga Artikel dari: Mount Teide: Keindahan Alam yang Menakjubkan dari Tenerife