Air Mancur Trevi

Air Mancur Trevi: Mitos, Romantisme, dan Realita di Jantung

Waktu saya pertama kali menjejakkan kaki di Italia, saya membawa daftar pendek: makan gelato sebanyak mungkin, cari Vespa buat foto ala Audrey Hepburn, dan… lempar koin ke Air Mancur Trevi.

Konyol? Mungkin. Tapi siapa pun yang pernah nonton film La Dolce Vita pasti tahu—Trevi bukan sekadar air mancur. Ia adalah simbol. Sebuah tempat yang membuat Roma terasa magis. Dan percaya atau nggak, banyak orang ke Roma pertama kali justru gara-gara Trevi.

Saya tiba di Piazza di Trevi sekitar pukul 7 pagi. Matahari baru muncul, sinarnya masih malu-malu. Dan di sana, di tengah piazza yang nyaris kosong, berdiri megah sang legenda: Fontana di Trevi. Airnya jernih, suara gemericiknya kontras dengan keheningan pagi. Tak ada rombongan tur. Tak ada flash kamera. Hanya saya, seorang barista yang sedang merokok di sudut jalan, dan… sejarah yang mengalir dari marmer ke kolam bening.

Sejarah Air Mancur Trevi — Antara Kekuasaan, Seni, dan Air

Air Mancur Trevi

Biar saya ceritain sedikit latar belakangnya. Karena di balik keindahan visual Trevi, tersembunyi cerita panjang tentang arsitektur, politik, dan kehausan literal orang Romawi.

Asal Usul Nama

Nama “Trevi” berasal dari kata Latin “Trivium” yang berarti “tiga jalan”. Air mancur ini memang berdiri di pertemuan tiga jalan kuno Roma. Tapi kisahnya dimulai lebih dari 2.000 tahun lalu.

Pada abad pertama SM, Kaisar Augustus memerintahkan pembangunan Aqua Virgo, salah satu saluran air (aqueduct) terbesar yang membawa air sejauh 20 km ke kota Roma. Di ujungnya, air ditampung di sebuah titik yang lama-kelamaan dikenal sebagai tempat “pertemuan”.

Pada 1732, Paus Clement XII mengadakan sayembara desain air mancur baru. Arsitek Nicola Salvi menang—walaupun tak pernah menyelesaikannya karena wafat duluan. Pekerjaan dilanjutkan oleh Giuseppe Pannini dan akhirnya rampung pada 1762. Yang kita lihat hari ini adalah hasil kerja selama 30 tahun dari berbagai seniman dan pemahat.

Simbolisme di Balik Patung

Di tengah air mancur, berdiri sosok besar Oceanus, dewa laut, mengendarai kereta berbentuk kerang yang ditarik dua kuda laut. Di kiri dan kanannya berdiri alegori tentang kesuburan dan kemurnian air. Detailnya luar biasa. Bahkan daun, otot kuda, dan ombaknya terlihat hidup.

Trevi bukan cuma “tempat buat lempar koin”. Ia adalah narasi visual tentang air sebagai sumber kehidupan dan kekuatan, disampaikan dalam gaya Baroque yang megah dan dramatis.

Mitos dan Legenda — Lempar Koin, Jodoh, dan Uang 3.000 Euro Sehari

Kalau kamu pernah lihat orang melempar koin ke Trevi, kamu nggak sendirian. Itu tradisi paling terkenal di sana. Tapi tahu nggak asal-usulnya dari mana?

Tradisi ini dipopulerkan lewat film tahun 1954, Three Coins in the Fountain. Filmnya bercerita tentang tiga perempuan Amerika yang masing-masing melempar koin demi harapan cinta di Roma. Dari sana, lahirlah ritual modern Trevi.

Aturan Lempar Koin:

  • Lempar dengan tangan kanan, melewati bahu kiri (ya, harus begitu).

  • Satu koin: kamu bakal kembali ke Roma.

  • Dua koin: kamu bakal ketemu cinta baru.

  • Tiga koin: kamu bakal menikah dengan cinta itu.

Saya iseng lempar satu koin. Teman saya, Lita, lempar tiga. Tahun berikutnya, dia benar-benar menikah dengan orang yang dia kenal di Rome Youth Hostel. Mitos? Mungkin. Tapi hey, ini Roma. Kota penuh kebetulan yang terasa kayak takdir.

Ke Mana Perginya Uang-Uang Itu?

Setiap malam, sekitar 3.000 euro dikumpulkan dari kolam. Uang itu tidak dibuang sia-sia. Semua disumbangkan ke organisasi amal Katolik yang membantu keluarga miskin di Roma. Jadi kalau kamu lempar koin, kamu nggak cuma melempar harapan—tapi juga membantu orang lain. Keren, kan?

Tips Kunjungan ke Air Mancur Trevi — Biar Nggak Cuma Dapat Selfie

Air Mancur Trevi

Trevi selalu ramai. Bahkan di musim dingin, tengah malam pun masih ada orang. Tapi tenang, saya kasih kamu beberapa tips buat menikmati kunjungan secara maksimal.

1. Datang Sepagi Mungkin (Atau Tengah Malam)

Pukul 06.30–07.30 adalah golden hour. Kamu bisa lihat Trevi tanpa kerumunan. Cahaya pagi bikin marmernya bersinar. Atau kalau kamu suka suasana dreamy, datang jam 11 malam. Musik dari pengamen jalanan dan lampu kuning bikin suasana magis banget.

2. Hindari Klise Foto

Jangan cuma berdiri dan senyum. Coba ambil angle dari samping kanan (dekat kedai gelato) atau dari atas tangga. Atau dokumentasikan proses lempar koin—lebih otentik!

3. Jajan di Sekitar, Tapi Hati-Hati Harga

Di sekitar Piazza Trevi banyak café dan kedai gelato. Tapi beberapa tempat ‘turistico’ suka pasang harga gila (4 euro buat espresso? No, thanks). Cari yang masuk gang kecil, biasanya lebih jujur.

4. Bawa Headset untuk Audio Guide

Kalau kamu jalan sendiri, download aplikasi audio guide tentang sejarah Trevi. Ada yang gratis di YouTube atau apps seperti Rick Steves Audio Europe. Dengarkan sambil duduk di tepi piazza. Trust me, pengalaman jadi lebih kaya.

5. Jaga Barang

Seperti semua tempat ramai di dunia, pickpocket kadang berkeliaran. Jangan taruh HP di kantong belakang. Pakai tas kecil yang bisa kamu awasi. Nggak mau kan, pulang dari Trevi tanpa dompet?

Trevi Hari Ini dan Besok — Di Mana Legenda Bertahan di Dunia Digital

Trevi bukan hanya hidup di kartu pos dan film hitam putih. Ia juga meledak di TikTok, Instagram, bahkan livestream 24 jam di YouTube.

Di tengah dunia yang makin cepat, Trevi tetap diam di tempatnya. Tapi ironisnya, justru itu yang bikin dia relevan. Kita, yang dikejar jadwal, deadline, dan koneksi 5G, datang ke sana untuk melambat, merenung, dan berharap.

Fakta Menarik:

  • Tahun 2015, Trevi ditutup selama 17 bulan untuk renovasi besar-besaran senilai 2 juta euro (didanai oleh Fendi!).

  • Sekarang, kolamnya pakai sistem air sirkulasi modern dan pencahayaan LED ramah lingkungan.

  • Dalam sehari, bisa ada 1.200–1.800 selfie di-tag dengan lokasi “Fontana di Trevi”.

Tapi saya jamin, saat kamu berdiri di depannya, semua teknologi itu hilang. Yang tersisa cuma suara air, marmer dingin, dan sensasi berada di tempat yang tak berubah selama berabad-abad.

Dan itu, teman-teman, adalah romantisme abadi yang nggak bisa dibeli atau diunduh.

Penutup: Air Mancur Trevi Bukan Sekadar Ikon, Tapi Pengalaman

Kalau kamu tanya, “Worth it nggak ke Trevi walau cuma buat lempar koin?”

Saya akan jawab: lebih dari worth it.

Karena Trevi bukan cuma air mancur. Ia adalah tempat kamu bisa mengaku pada diri sendiri, “Saya ingin kembali.” Tempat di mana harapan kecilmu mengambang bersama ribuan harapan lain, dalam satu kolam biru jernih, dijaga oleh dewa laut dan singa marmer.

Dan siapa tahu, beberapa tahun kemudian, kamu benar-benar kembali. Bukan karena pesawat, tapi karena satu koin kecil yang dulu kamu lempar diam-diam sambil berdoa dalam hati.

Baca Juga Artikel dari: Labuan Cermin – Keajaiban Alam Dua Rasa yang Wajib Dikunjungi

Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Travel

Author

More From Author

labuan cermin

Labuan Cermin – Keajaiban Alam Dua Rasa yang Wajib Dikunjungi

Candi Bahal

Candi Bahal: Jejak Sejarah Memikat di Sumatera Utara